Tuesday, February 1, 2011

Cina, tetapi bukan.

Kalau belum mengenal saya, perkenalkan nama saya Khairunnisa. Nama islam bukan? Lalu mengapa judul kali ini tertulis tentang Cina. Ini semua bagi yang telah melihat dan bertemu saya secara langsung akan langsung menebak saya adalah keturunan Cina. Namun, jangan langsung mengambil keputusan, saya bukan keturunan Cina, mungkin saja iya, tapi sejauh ini saya hidup belum ada pernyataan resmi bahwa saya keturunan Cina.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang tulisan ini, sebenarnya mana yang benar cara penggunaannya, Cina, China, atau Tionghoa? Menurut pengalaman teman saya yang sedang menulis skripsi di jurusan bahasa Mandarin, penggunaan kata Cina itu dianggap kurang sopan. Lalu, dosennya menyarankan menggunakan kata China. Namun, selang berapa lama ternyata penggunaan kata ini diubah lagi dengan kembali menggunakan kata Cina, tetapi saya kurang ingat alasan pastinya apa. Kemudian kata terakhir, yaitu Tionghoa. Kalau untuk yang satu ini berdasarkan pengalaman pribadi, saya beberapa kali sering mendengar orang menyebutkan orang yang keturunan bangsa Cina dengan keturunan Tionghoa daripada menggunakan kata Cina. Jadi manakah yang benar, penggunaan kata Cina, China, atau Tionghoa? Saya sendiri belum mengetahuinya lebih lanjut, mungkin setelah membaca salah satu buku saya akan menemukan jawabannya. Untuk saat ini saya akan menggunakan kata Cina.

Kembali ke cerita yang saya ingin tuliskan. Keturunan Cina sudah melekat dengan saya dari mulai saya masih bayi. Mengapa demikian? Karena saat terlahir warna kulit saya sangat putih dan mata yang sangat kecil atau biasa disebut dengan sipit. Sampai-sampai menurut cerita nenek, saudara, ibu, dan kakak yang menyaksikan saat saya lahir, saya susah untuk membuka mata saking kecilnya. Oke, hal lainnya yang membuat saya terlihat semakin Cina, yaitu sewaktu saya masih kecil dan tinggal di Yogyakarta, saya sering diajak jalan-jalan keluar rumah oleh kakek saya dan tebak apa pendapat mereka saat melihat saya? Mereka membuat nama baru untuk saya yang berwajah Cina ini dengan nama.................... LING LING. Jadi, sejak saat itu saat tetangga yang sudah sangat lama bertemu saya, mereka tidak ingat nama asli saya, yang mereka ingat adalah si Ling Ling itu. Cerita berlanjut saat saya masih SD dan saat itu sedang terjadi kerusuhan Mei 1998, di mana masyarakat etnis Cina menjadi sasaran penyerangan. Saya yang kebetulan berwajah Cina tapi bukan Cina, terpaksa tidak boleh keluar rumah tanpa ada yang menemani, untuk bermain ke rumah teman pun saya tidak mendapatkan ijin.

Kemudian saya memasuki masa SMP dan SMA di mana saya menghabiskan masa itu dengan bersekolah di salah satu sekolah yang memang mayoritas etnis Cina dan tebak! Saya tidak merasa asing lagi karena banyak yang serupa seperti saya. Dulu saat masih di lingkungan SD yang berwajah seperti saya bisa dihitung dengan jari, tetapi saya tertolong oleh nama saya yang bernuansa islami untuk mengarungi masa SD. Berwajah Cina juga sering menguntungkan saya di beberapa kondisi, seperti kalau (maaf) lagi (maaf lagi) malas puasa, bagi orang baru mereka tidak akan bertanya karena wajah saya seperti ini. Kalau istilah diantara teman kuliah, muka seperti saya ini disebut "MUNON" singkatan dari muka-non. Artinya muka-non adalah muka yang non islam tapi sebenarnya mereka islam haha.

Bagi saya pribadi berwajah Cina bukanlah suatu masalah, mau Cina atau bukan masih manusia kan, masih sama-sama diciptakan Tuhan. Terima kasih karena salah satunya dulu ada Alm. Gus Dur yang membuat masyarakat etnis Cina kini dapat hidup dengan tenang dan menyatu dengan yang lainnya. Tidak ada gunanya membedakan satu etnis dengan etnis lain, tidak ada satu pun yang lebih unggul dan lebih hebat, semuanya sama.




Tulisan ini dibuat juga untuk menyambut perayaan Imlek 2011,

Gong Xi Fat Cai! Angpao Na lai!

No comments: